JAKARTA, KOMPAS.com – Federeasi Serikat Pekerja Kimia Energi dan Pertambangan (FSPKEP) menolak wacana pemerintah mengenai program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera). Salah seorang pengurus FSPKEP bernama Rasti mengatakan, Tapera bakal memotong gaji pekerja, sementara hasilnya tidak bisa dinikmati dalam waktu dekat. “Tidak setuju. Tapera ini akan berapa tahun kemudian baru bisa kita menikmati perumahan itu. Jadi, terlalu lama, terlalu panjang,” ujar Rasti saat ditemui dalam aksi unjuk rasa tolak Tapera di depan Patung Arjuna Wijaya, Gambir, Jakarta Pusat, Kamis (6/6/2024).
Rasti menilai, iuran Tapera sebesar 3 persen yang wajib dibayarkan pengusaha dan pekerja tumpang tindih dengan peruntukan iuran BPJS Ketenagakerjaan. “Di BPJS Ketenagakerjaan, kita pun diberikan 30 persen untuk perumahan. Namun, syaratnya sulit,” imbuhnya. Rasti mengatakan, gaji pekerja sudah banyak dipotong untuk berbagai iuran, mulai dari BPJS Ketenagakerjaan, BPJS Kesehatan, pajak, dan lainnya.
Dengan banyaknya potongan tersebut ditambah harga bahan pokok yang semakin tinggi, menurut Rasti, iuran Tapera bakal memberatkan pekerja. “Beban kita sudah banyak, iuran-iuran ditambah lagi. Kenaikan upah tidak sebanding dengan biaya hidup kita, kebutuhan riil kita,” katanya. Senada dengan Rasti, Edo, anggota Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menilai, potongan gaji untuk iuran Tapera tidak hanya mempersulit pekerja, tetapi juga pemilik usaha.
Padahal, rumah yang kelak diperuntukkan buat peserta Tapera pun belum jelas keberadaannya. “Sekarang, semua pekerja diwajibkan, baik yang tidak punya rumah, yang punya rumah, (semua) diwajibkan untuk menabung. Sementara, nanti itu dapat di mana itu rumah,” ucap Edo. Edo yang berprofesi sebagai perawat ini berharap Presiden Joko Widodo dapat mengkaji kembali rencana program Tapera.
Untuk diketahui, pada Kamis (6/6/2024), buruh dari Jabodetabek menyuarakan penolakan terhadap Tapera. Massa menuntut agar pemerintah segera mencabut peraturan terkait program ini. Presiden KSPI sekaligus Presiden Partai Buruh, Said Iqbal, mengatakan, jika tuntutan mereka tidak diindahkan, kaum buruh akan melakukan aksi lanjutan.
Bahkan, dia bilang, aksi ini bakal meluas ke seluruh Indonesia dan melibatkan lebih banyak elemen masyarakat. Selain penolakan terhadap Tapera, massa juga akan menyuarakan penolakan terhadap beberapa isu lain, seperti mahalnya uang kuliah tunggal (UKT), menolak kebijakan kamar rawat inap standar (KRIS) BPJS Kesehatan. Serta, Tolak Omnibuslaw UU Cipta Kerja, dan Hapus Outsourching, Tolak Upah Murah (HOSTUM).